Senin, 28 Januari 2013

filologi

  1. metode dalam filologi yang menyelidiki naskah dari masa lampau dengan tujuan menyusun kembali naskah yang dianggap asli dengan cara membanding-bandingkan naskah yang termasuk dalam satu jenis asal-usul, lalu menentukan naskah yang paling tinggi kadar keasliannya, kemudian mengembalikannya pada bentuk yang asli atau yang mendekati aslinya 
EDISI NASKAH

Inti dari edisi teks ini adalah memberikan seuatu gambaran tentang edisi teks dalam hal sumber, varian, dan catatan terkait hal-hal yang tidak jelas. Selain itu juga ada tuntutan untuk memberikan pendahuluan agar pembaca mendapatkan informasi sebagai acuan prastudi teks tersebut. Namun tidak dapat dihindarkan dalam penafsiran terdapat perbedaan dalam interpretasi sebuah teks karena adanya perbedaan idiom, gramatika, dan leksikon dalam rentang masa itu. Kebingungan-kebingungan itu adalah tugas filolog untuk memcahkannya dengan penyajian yang mendekati konteks saat itu.

LANGKAH KERJA EDISI NASKAH: 
1. inventarisasi naskah

dilakukan terhadap nakah yang dijadikan objek untuk mengetahui jumlah dan tempat penyimpanan dengan  cara melihat berbagai katalog

2. deskripsi naskah

yaitu deskripsi fisik naskah
-jilid naskah
-isi naskah

deskripsi naskah menurut mulyadi :
1. judul
2. tempatpenyimpanan
3. nomor naskah
4. ukuran naskah
5. jumlah halaman
6. kondisi naskah
7. kolofon (keterangan buku yang menerangkan buku lain )
8. gambar
9. jilid nakah
10. catatan

3. perbandingan teks

1. perbandingan dilakukan jika teks lebih dari satu
2. dilakukan dengan memperbandingkan isi teks
3. perbedaan di catat dalam apartus kritikus

4. penentuan metode penyuningan

-metode penyuntingan naskah tunggal
-metode penyuntingan naskah jamak

5. penentuan umur naskah

-faktor internal
 informasi yang berasal dari naskah itu sendiri
-kolofon
-kertas yang digunakan (cap kertas/water mark)

-faktor eksternal
 informasi yang diperoleh dari luar naskah

6. transliterasi
- menurut robson adalah pemindahan macam tulisan yang dipakai
- mengalih aksarakan (semacam salinan/copi)

PROSES PENYUNTINGAN

Pertama kali saya akan menjelaskan terlebih dahulu kedua istilah yang menjadi bagian dari judul yang digunakan. Kedua istilah yang saya maksud adalah “metode penentuan naskah dasar suntingan” dan “metode penyuntingan naskah”. Saya menggunakan istilah yang pertama untuk merujuk kepada metode yang digunakan dalam menetapkan sebuah atau sekelompok naskah yang menjadi dasar suntingan. Jadi bisa dikatakan metode yang pertama saya sebut tersebut merupakan metode pra-penyuntingan. Sementara metode terakhir merupakan metode yang digunakan pada saat tengah menyunting sebuah atau sekelompok naskah baik menjadi edisi kritis atau menjadi edisi diplomatis. Saya cenderung menyebutnya sebagai metode penyuntingan naskah saja.
Saya akan mencoba memaparkan beberapa informasi pada dua buku pegangan yang dijadikan perdoman pembahasan topik ini. Dua buku yang saya maksud adalah pertama buku berjudul Prinsip-prinsip Filologi Indonesia oleh S. O. Robson, dan kedua buku dengan judul Pengantar Teori Filologi yang disusun Siti Baroroh Baried dkk.. Keduanya memuat informasi mengenai metode yang digunakan dalam kajian filologis.
Robson dalam bukunya Prinsip-prinsip Filologi Indonesia menjelaskan metode penyuntingan dalam dua bab, bab IV; Metode Penyuntingan : Stemma, dan bab V; Metode penyuntingan : Diplomatis atau Kritis? Dalam bukunya tersebut nampak sekali Robson menggunakan istilah stemma secara eksplisit sebagai metode penyuntingan. Metode stemma sebagaimana dipaparkan Baried dkk., adalah metode obyektif yang sampai kepada silsilah naskah (Baried dkk., 1994 :67). Metode diplomatis serta Kritis bagi Robson menempati status sebagai mana posisi stemma. Dengan begitu bagi Robson stemma memiliki makna yang sangat luas tidak hanya metode penentuan naskah dasar tetapi juga memuat metode penyuntingan dalam pengertian rekonstruksi naskah.
Sementara dalam bab V, tentang metode diplomatis ataukah kritis, Robson, mengutip pendapat De Haan, menuliskan “Jika seseorang ingin memberikan contoh kepada pembacanya mengenai cara sebuah teks untuk dideklamasikan, diungkapkan dalam naskah yang dimaksudkan untuk itu, maka bentuk publikasi yang sesuai adalah jiplakan dan edisi diplomatic. Akan tetapi, jika seseorang ingin menerbitkan teks itu seperti fungsinya pada abad ke- 14 (abad-abad sebelumnya), maka ia harus memberikan kepada pembaca edisi kritis” (Robson, 1994 : 22).
Pada bab IV mengenai teori filologi dan penerapannya, khususnya pada sub-bab point B mengenai kritik teks, Baroroh Baried dkk. menyebutkan beberapa hal yang terkait dengan metode penelitian naskah. Di antaranya adalah item nomor 2 mengenai transliterasi yang diartikan sebagai penggantian jenis tulisan, huruf demi huruf dari abjad satu ke abjad yang lain. Dijelaskan pula pada bagian tersebut bahwa transliterasi berguna untuk memperkenalkan teks-teks lama yang tertulis dengan huruf daerah karena ketidakakraban pembaca masa kini dengan aksara-aksara tersebut. Selanjutnya pada item nomor 3 dijelaskan tentang perbandingan teks dengan langkah-langkah sebagai berikut :
  1. Resensi, yakni membaca dan melakukan penilaian terhadap semua naskah yang ada.
  2. Eliminasi, yakni melakukan penyisihan teks kopi yang tidak relevan dengan tujuan penelitian.
  3. Eksaminasi, yakni pemeriksaan keaslian teks apakah terdapat hal-hal seperti korup, lacuna, maupun interpolasi. Perunutan keaslian teks dapat menggunakan pemeriksaan kecocokan metrum dalam teks puisi, kesesuaian dengan teks cerita, gaya bahasa, latar budaya, atau sejarah.
Sementara itu pada sub-bab C tentang metode penelitian, dijelaskan beberapa item yang berkaitan, namun saya menduga item-item ini bukanlah merupakan langkah-langkah penelitian yang disusun secara urut dikarenakan pada point ketiga dicantumkan nomenklatur ‘susunan tema’ padahal poin-poin sebelumnya menggunakan nomenklasi yang ‘agak tepat’ untuk disebut sebagai langkah penelitian. Secara utuh saya sampaikan poin-poin (Baried dkk., 1994 :65-70) tersebut di bawah ini :
  1. Pencatatan dan pengumpulan naskah
  2. Metode kritik teks, yang masih dibagi lagi ke dalam beberapa metode yakni metode intuitif, obyektif, gabungan, landasan, dan metode edisi naskah tunggal yang masih memiliki klasifikasi selanjutnya yaitu edisi standard an edisi kritik.
  3. Susunan stemma
  4. Rekonstruksi teks.
Perlu diperikan lebih lanjut mengenai metode kritik teks yang disebut di atas yang masih dibagi lagi ke dalam beberapa metode.
Pertama, intuitif yang seringkali disamakan dengan metode subyektif yakni dengan cara mengambil naskah yang dianggap paling tua. Di tempat-tempat yang dianggap tidak betul atau tidak jelas, naskah itu diperbaiki dengan memakai akal sehat,selera baik, dan pengetahuan luas.
Kedua, metode obyektif yakni penelitian sistematis mengenai perkerabatan naskah-naskah. Apabila dari sejumlah naskah ada beberapa naskah yang memiliki kesalahan yang sama pada tempat yang sama pula, maka dianggap berasal dari satu sumber (yang hilang). Sehingga terbentuk silsilah naskah. Sesudah itu baru dilakukan kritik teks. Metode obyektif yang sampai kepada silsilah naskah disebut metode stemma.
Ketiga, metode gabungan yakni apabila nilai naskah menurut penelitinya hamper sama. Umumnya dipilih bacaan mayoritas atas dasar perkiraan naskah lain sebagai saksi bacaan yang betul. Teks hasil suntingan merupakan teks baru yang merupakan gabungan bacaan dari semua naskah yang ada.
Keempat, metode landasan yakni peneliti memilih satu atau segolongan naskah yang unggul kualitasnya. Kemudian naskah tersebut dijadikan landasanatau induk teks.
Kelima, metode edisi naskah tunggal, yakni dengan dua cara edisi diplomatic dan edisi standar atau edisi kritik sebagaimana telah dibicarakan pada pembahasan Robson di atas (Baried dkk., 1994 : 66-68).
Saya beralih kembali kepada pembicaraan awal yakni mengenai metode penentuan naskah dasar dan metode penyuntingan yang memiliki karakter yang sangat berbeda dikarenakan tujuan yang akan dicapai juga berbeda sebagaimana penyebutan nomenklatur masing-masing metode. Namun demikian menjadi hal yang agak rumit ketika tidak ada satu referensipun yang secara eksplisit menyebutkan keduanya sebagai dua metode yang terpisah. Demikian halnya ketika saya melihat beberapa tesis dan disertasi yang membicarakan tentang metode penelitian naskah yang digunakan para penulisnya, mereka cenderung menjabarkan secara global dan terkesan menganggap hal tersebut sebagai sesuatu yang sudah mafhum dan tidak memerlukan penjelasan lebih jauh.
Berikut ini saya akan mengutip beberapa penjelasan yang saya temukan pada bab pendahuluan beberapa tesis dan disertasi dalam menjelaskan metode penelitiannya. Marsono mendeskripsikan metodenya dengan cara demikian :
Akhirnya, dengan melihat asal-usul naskah yang berasal dari tiga tradisi yang berbeda, perbandingan struktur puisi tembang melalui jumlah pupuh-pupuhnya, dan perbandingan inti ceritanya, naskah A, B, C, serta D dapat dikelompokkkan menjadi tiga. Isi teksnyapun juga dapat dibagi menjadi tiga versi. Kelompok yang pertama naskah A dan B. Kedua naskah C, dan ketiga naskah D. Naskah A kualitas bacaannya lebih baik daripada B, C, dan D. (Marsono, 1996 : 97).
Lain halnya dengan Sangidu pada Disertasinya Wachdatul Wujud dalam Maaul Chayaat Li Ahlil Mamaat menjelaskan sebagai berikut :
Maaul Chayaat sebagai salah satu karya sastra Melayu dapat dibaca melalui empat buah naskah salinannya, yaitu naskah A, B, C, dan D. dalam menghadapi keempat naskah tersebut maka yang pertama dilakukan adalah membandingkan keempat naskah dan menetapkan satu naskah unggul sebagai teks suntingan. Perbandingan terhadap keempat naskah tersebut memerlukan metode filologi yang sesuai dengan kondisi naskah dan terkenal dengan metode landasan atau induk (Legger).
Perbandingan empat buah naskah tersebut dilakukan dalam kaitan nya dengan kegiatan memilih naskah yang unggul. Setelah keempat naskah tersebut dibandingkan dari aspek bahasa, sastra, sejarah, dan lainnya, maka selanjutnya dimanfaatkan metode landasan (Sangidu, 2002 : 18-19).
Sudibyo dalam bagian pendahuluan tesisnya juga memberikan penjelasan mengenai metodenya sebagai berikut :
… Sehubungan dengan itu, agar teks HPJ (Pen. Hikayat Pandawa Jaya) dapat dibaca oleh masyarakat masa kini, teks itu terlebih dahulu perlu ditransliterasikan ke dalam aksara Latin. Pentransliterasiannya dilakukan dengan mengikuti prinsip metode penyuntingan kritis.
Sebagaimana disebutkan di muka, “kritik” berarti penyunting mengidentifikasi sendiri bagian-bagian dalam teks yang mungkin bermasalah serta menawarkan jalan keluar. Untuk itu, suntingan diterbitkan dengan membetulkan kesalahan-kesalahan, keajegan-keajegan yang terdapat dalam naskah, menerapkan pungtuasi, serta menetapkan standarisasi ejaan sesuai dengan system ejaan yang berlaku. Catatan-catatan yang timbul karena keinginan untuk menghilangkan hambatan-hambatan untuk pemahaman teks ditetapkan dalam aparat kritik (Sudibyo, 2001 : 26-27).
Saya melihat apa yang dipaparkan Marsono pada kutipan di atas merupakan pemaparan metode pra-penyuntingannya dengan proses-proses perbandingannya baik struktur maupun isi puisi. Kemudian ketika dia berhasil menentukan hubungan antra naskah-naskah yang diteliti dan menilai kualitas naskah A sebagai naskah terunggul berarti metode stemma tampak telah sukses digunakannya. Dalam hal ini sebenernya kutipan tersebut belum masuk pada proses penyuntingan dalam pengertian rekonstruksi naskah. Sementara itu dalam kutipan tesis Sangidu terdapat penjelasan adanya dua metode terangkum di sana. Lebih jauh Sudibyo menjelaskan secara eksplisit proses transliterasi dan upaya pembetulan teks dari kesalahan-kesalahan.
Penjelasan metode yang lebih sistematis saya temukan dalam disertasi Emuch Hermansoemantri (1979) yang memaparkan langkah penerapan metodenya sebagai berikut :
  1. Pengumpulan bahan, melalui studi perpustakaan dan studi lapangan. Studi perpustakaannya pun masih diperinci lagi dengan langkah-langkah yang secara eksplisit disebutkan mulai dari inventarisasi naskah, penilikan naskah sampai dengan pengumpulan naskah.
  2. Pentrankripsian naskah-naskah (terutama naskah primer)
  3. Penilaian (kritik teks), diperikan lagi menjadi a) pengamatan yang cermat terhadap naskah yang telah ditranskripsikan, b) Pembandingan antar naskah (kolasi), c) Pertimbangan naskah, terutama menimbang kualitas varian, kuantitas dan jenis korup, d) Penyimpulan dalam diagram silsilah
Penyusunan/ penetapan kembali naskah
Kesimpulan
Berdasarkan uraian sederhana di atas, saya mencoba mencari benang merah yang merupakan kesimpulan sementara.
1. Metode penentuan naskah dasar atau saya sebut metode pra-penyuntingan paling tidak mencakup proses-proses inventarisasi naskah-naskah, komparasi, penilaian atau dengan nomenklatur lain resensi, eliminasi dan eksaminasi.
2. Metode penyuntingan naskah yang merupakan tahap rekonstruksi naskah bisa dilaksanakan dengan mempertimbangkan sifat-sifat yang dimiliki masing-masing naskah yang dijadikan obyek. Jika naskahnya tunggal kemungkinan metode yang dapat diterapkan adalah edisi diplomatic dan edisi kritik. Namun jika naskah yang dihadapi lebih dari satu bahkan dalam banyak kesempatan berjumlah sangat banyak maka dapat dipergunakan metode-metode seperti landasan (legger), metode gabungan, dan metode obyektif.
3. Metode obyektif yang sampai kepada silsilah dan disebut juga metode stemma belakangan menuai banyak kritik khususnya dalam berhadapan dengan naskah-naskah nusantara yang berkarakter unik yakni penyalin sebagai pencipta kedua karena masih memahami bahasa naskah yag disalinnya sehingga selera penyalin tak dapat dihindari.
4. metode stemma merupakan trademark pendekatan histories yang memang booming pada abad ke-19. Sementara pendekatan yang berorientasi kepada pembaca dalam hal ini berkaitan dengan pendapat penyalin sebagai pembaca dan pencipta kedua mendapat perhatian lebih pada abad ke – 20.
 PENGENALAN FILOLOGI


PENGERTIAN FILOLOGI
FILOLOGI : Mempelajari kebudayaan dalam arti luas, yang mencakup bidang kebahasaan, kesastraan dan kebudayaan.

Etimologi kata Filologi
PHILOG : “ CINTA “
LOGOS : “ KATA “
Yang maksudnya Cinta kata → Senang bertutur
Senang belajar
Senang Ilmu
Senang Kebudayaan

B.Filologi sebagai istilah
1)Filologi sudah dipakai sejak abad ke-3 SM oleh sekelompok ahli dari Aleksandria yang kemudian dikenal sebagai ahli Filologi.Yang pertama memakai adalah Erasthothenes.Pada waktu itu mereka mencba mengkaji teks-teks tersebut bertujuan menemukan bentuk yang asli dan mengetahui maksud pengarang dengan jelas menyisihkan kesalahan-kesalahan yang terdapat di dalamnya.Dari kegiatan tersebut disadari bahwa pengkajian secara mendalam terhadap bahasa dan kebudayaan yang melatarbelakangi adalah penting.Kegiatan Filologi yang menitikberatkan kepada bacaan yang rusak ini kemudian disebut dengan Filologi tradisional.

Karena luasnya isi teks klasik maka Filologi juga berarti ilmu pengetahuan tentang segala sesuatu yang pernah diketahui orang.Pendapat lain mengatakan bahwa filologi adalah L’etalage de Savior(Pameran ilmu pengetahuan).

C. OBJEK KAJIAN FILOLOGI
Filologi berusaha mengungkapkan hasil budaya suatu bangsa lewat kajian bahasa pada peninggalan bahasa dalam bentuk tulisan.Naskah tersebut tidak terbuat dari rotan,lontar,kulit kayu dan dluwang.

1. Naskah dan teks
Filologi mempunyai sasaran kerja berupa naskah, disamping itu melihat wahana teks-teks filologi ada yang berupa teks lisan dan teks tulisan dengan tangan an tulisan cetakan. Naskah yang menjadi sasaran kerja filologi dipandang sebagai hasil budaya yang berupa ciptaan sastra, naskah dipandang sebagai hasil budaya yang berupa ciptaan sastra, naskah dipandang sebagai ciptaan sastra karena teks dalam naskah yang berbahasakan bahasa itu merupakan suatu keutuhan dan mengungkap pesan.

2. Tempat menyimpan naskah
Naskah biasanya disimpan pada berbagai catalog di perpustakaan dan museum yang tersimpan di berbagai negara.

Dalam catalog Girardet,angka pada catalog menunjukan tempat penyimpanan naskah yaitu:
1) Sana Pustaka di Keraton Surakarta
2) Reksa Pustaka di Pura Mangkunegaran
3) Radya Pustaka di Taman Sriwedari
4) Widya Budaya di keratin Ngayogyakarta
5) Perpustakaan di Pura Pakualaman
6) Sana Budaya di barat Alun-alun Yogyakarta
Kecuali di Indonesia naskah-naskah teks nusantara pada saat ini tersimpan di museum-museum dalam 26 negara.

Naskah → “ Sesuatu yang kongkret “
Teks → “ Sesuatu yang absrak “

TUJUAN FILOLOGI
Mengkaji teks klasik dengan tujuan mengenalinya sesempurna-sempurnanya dan selanjutnya menempatkan dalam keseluruhan sejarah budaya suatu bangsa.
Ada 2 tujuan dalam filologi yaitu :
1. Umum
a)Memahami sejauh mungkin kebudayaan suatu bangsa lewat hasil sastranya,baik lesan atao tulisan.
b)Memahami makna dan fungsi teks bagi masyarakat penciptannya.
c)Mengungkapkan nilai-nilai budaya lama sebagai alternatif pengembangan kebudayaan.
d)Melestarikan Warisan budaya bangsa.
2. Khusus
a)menyunting sebuah teks yang dipandang paling dekat dengan teks aslinya.
b)mengungkap sejarah terjadi teks yang dipandang sejareang perkembangannya.
c)mengungkap resepsi pembaca pada setiap kurun waktu yang penerimaaan.
catatan:
Contoh dari aplikasi filologi adalah perbandingan tahun Masehi dan Tahun Saka.
PENJENISAN NASKAH JAWA

Penjenisan naskah berdasarkan topologi tertentu, ragam yang menjadi ciri khas yang dikandungnya.

A. KATALOG PIGEAUD (1967, 1968, 1970, 1980)
Literature of Java, The Hague : Martinus Nijjhoff
1. Agama dan Etika
2. Sejarah dan Mitologi
3. Sasra indah
4. Ilmu pengetahuan, ilmu sastra, hokum, folklore, adat istiadat dan serba-serbi.
Rata-rata katalog di Indonesia dibuat olah budayawan.

B. KATALOG GIRARDET – SOETANTO (1983)
Descriptive Catalogue of The Javanese Manuscripts and printed book in The Main Libraries of Surakarta and Yogjakarta, Wiesbaden :
Franz Steiner Verlag GMBH
1. Kronik, Legend dan Mite
2. Agama, filsafat dan etika
3. Peristiwa keratin, hukum, risalah dan peraturan-peraturan
4. Buku teks dan penuntun. kamus, ensiklopedi tentang linguisik, obat-obatan, pertanian, antropologi, geografi, perjalanan, perdagangan, masak-memasak, dsb.
Contoh : Serat Wedhatama

C. KATALOG BRANDES (1901,1903,1904,1916)
Beschrijving der Javaavsche, Balineesche an Sasaksche Handschriften, Laiden : EJ Brill
1. Jilid 1 (1901) : Adigama – Ender
2. Jilid 2 (1903) : Gathotkacasraya - Putrupasaji
3. Jilid 3 (1904) : Rabut Sakti - Yusup
4. Jilid 4 (1916) : Naskah-naskah tak berjudul

D. FILOLOG – FILOLOG ASING
1. T. Roorda
2. Vreede
3. H.H Juynboll  membuat kamus dalam bahasa jawa kuna
4. Cohen Stuart (Bratajoeda, 1860)
5. J. Brandes ( Negarakertagama, 1902)
6. J. Kats
7. C. Hooykaas
8. J. Gonda ( Brahmandapurana, 1932)
9. A. Fokker
10. C.C Berg ( Penulis sejarah jawa, 1974)
11. H. Kern ( Ramayana kakawin, 1900)
12. N.J Krom
13. Th. P. Pigeaud
14. Ricklefs
15. Voorhoeve
16. Zoetmulder ( Kalangwan, 1974)
17. Andreas Teeuw ( Het Bhomakawya, 1946)
18. S. Robson ( Hikayat Andaken Panurat, 1969)
19. Girardet
20. J.J Ras ( Hikayat Banjar, 1968)
21. Willem van der Molen
22.dsb

E. FILOLOG - FILOLOG INDONESIA
1. Mpu Dhaemaja
2. Mpu Tantular
3. Mpu Tanakung
4. Mpu Prapanca
5. Prijohoetomo
6. Poerbotjaraka
7. Haryati Subadio
8. A. Ikram ( Hikayat Sri Rama, 1978)
9. Supomo ( Arjuna Wiwaha, 1977)
10. Harsja W Bachtiar
11. Siti Baroroh Baried
12. Darusuprapto
13. Siti Chamamah S

F. PENYUNTINGAN NASKAH
a. Penyelamatan
• Membeli
• menyediakan tempat
• inventarisasi
• perawatan, dsb
b. Pelestarian
• alih aksara
• reproduksi fotografi
• suntingan naskah, dsb
c. Penelitian
• paper
• skripsi
• thesis
• disertasi, dsb

d. Pendayagunaan
• terjemahan
• macapatan dan pembahasannya
• sarasehan
• ceramah, dsb
e. Penyebarluasan
• penerbitan, dsb
catatan:
Kolofon  Keterangan atau informasi yang berhubungan dengan judul, nama pengarang, tahun pembuatan dan letaknya diakhir.
Manggala  Keterangan atau info berhubungan dengan judul, nama pengarang, tahun pembuatan dan letaknya diawal.

Beberapa karya sastra Jawa kuno tidak memiliki Judul maupun Nama pengarang(Anonim) hal itu disebabkan karena:
• Menulis nama pada waktu itu dianggap tabu
• Karya sastra akan dipersembahkan kepada Raja

ILMU BANTU FILOLOGI

1. Linguistik
2. Pengetahuan bahasa-bahasa
3. Ilmu sastra ilmu Bantu
4. Budaya Hindu, Budha, Islam
5. Sejarah kebudayaan
6. Antropologi
7. Foklor

1. LIGUISTIK
Cabang Linguistik yang membantu :
Etimologi ( ilmu yang mempelajari tentang asal-usul dan sejarah kata), Sosiolinguistik ( hubungan dan saling pengaruh antara perilaku bahasa dan perilaku masyarakat ), dan Stilistika (Menyelidiki bahasa sastra khususnya gaya bahasa).

Pengkajian perubahan bentuk dan makna. Kata menuntut pengetahuan tentang :
Fonologi : Mempelajari bunyi bahasa,
Morfologi : Mempelajari pembentukan kata,
Dan Semantik : Mempelajari makna kata.

2. PENGETAHUAN BAHASA-BAHASA YANG MEMPENGARIGI BAHASA TEKS
- Bahasa Sansekerta : (kakawin, kidung)
- Bahasa Arab : ( tasawuf, mistik)
- Pengetahuan bahasa-bahasa daerah : (Menyadur dan memterjemahkan teks-teks Nusantara).

3. ILMU SASTRA SEBAGAI ILMU BANTU
Pendekatan ilmu sastra
Untuk menangani teks-teks sastrawi, perlu pendekatan atau metode yang sesuai dengan sifat objeknya.
1. Pendekatan Mimetik
( Untuk menonjolkan aspek-aspek referensi acuan karya sastra, kaitannya dengan dunia maya).
2. Pendekatan Pragmatik
( Menonjolkan pengaruh karya sastra terhadap pendengar/pembaca).
3. Pendekatan Ekspresif
(Menonjolkan penulis karya sastra sebagai penciptanya).
4. Pendekatan Objektif
( Menonjolkan karya sebagai stuktur yang otonom, lepas dari latar belakang sejarahnya dan diri dan niat penulisnya).
Lihat : Isntrinsik dan Ekstrinsik (WELLEK WAREN)

4. BUDAYA HINDU, BUDHA, ISLAM
Naskah-naskah Nusantara (Khususnya periode Jawa kuna) banyak terpengaruh atau bernafaskan keagamaan, misalnya Brahmanadapurana, Asgatyaparwa, Sang Hyang Kamahayanika, Kunjarakarna.
Naskah-naskah tentang tasawuh atau mistik Islam.
Misalnya : Het Boek Van Sunan Bonang, karya-karya sastra suluk, dsb.
• Ramayana dan mahabarata
disadur dalam bahasa jawa kuna, jawa tengahan, dan jawa baru
• Adanya Patihbarata dalam Khasanah.

5. SEJARAH KEBUDAYAAN
• Ramayana dan Mahabarata
Disadur dalam bahasa Jawa Kuno, Jawa tengahan , dan Jawa baru
• Adanya Patibrata dalam khasanah sastra Smarasahana dan Kunjara karma
• Pada umumnya silsilah raja ditarik ke atas.

6. ANTROPOLOGI
Ilmu yang berobjek pada penyelidikan manusia ,dipandang dari segi fisik masyarakat dan kebudayaan.
Contoh: Tradisi Caos dhahar,memberi sesaji dan memandikan benda –benda pusaka

7. FOKLOR
Banyak teks lama yang mencerminkan unsur Folklor sperti teks-teks yang termasuk sastra sejarah atau babad.
Contoh : Babad Tanah Jawi,di dalamnya terdapat mitologi Hindu dan Legenda Watu Agung.




FILOLOGI SEBAGAI ILMU BANTU

a. Filologi sebagai ilmu Bantu Linguistik
b. Filologi sebagi ilmu Bantu Ilmu Sastra
c. Filologi sebagai ilmu Bantu Ilmu sejarah kebudayaan
d. Filologi sebagai ilmu Bantu Ilmu Sejarah
e. Filologi sebagai ilmu Bantu Ilmu Hukum
f. Filologi sebagai ilmu Bantu Sejarah Perkembangan Agama
g. Filologi sebagai ilmu Bantu Ilmu Filsafat

a. FILOLOGI SEBAGAI ILMU BANTU LINGUISTIK
• Untuk penelitian linguistik dan kronik, ini sangat diperlukan seorang ahli linguistik memerlukan suntingan teks lama dan bahasa teks lama juga dibutuhkan oleh FILOLOGI, karena dapat menggali dan menganilis serta membandingkan seluk-beluk bahasa tulis dengan bahasa sehari-hari.

b. FILOLOGI SEBAGAI ILMU BANTU ILMU SASTRA
• Terutama berupa penyediaan suntingan naskah lama dari hasil pembahasan teks yang mungkin dapat dimanfaatkan sebagai bahan penyusunan sejarah sastra atau teori sastra.
• Hasil-hasil kajian terhadap teks-teks sastra lama akan sangat berguna untuk menyusun teori-teori ilmu sastra secara umum.

c. FILOLOGI SEBAGAI ILMU BANTU ILMU SEJARAH KEBUDAYAAN
• Filologi mengungkap khazanah warisan nenek moyang misalnya: kepercayaan, adapt istiadat, kesenian, dll. Termasuk unsur-unsur sekarang sudah punah (misalnya: istilah-istilah untuk bidang musik, takaran, timbangan, ukuran, mata uang, dsb.)
• Contohnya :
Dalam satuan ukuran
- Pecak : Ukuran panjang dengan alas kaki
- Dim

d. FILOLOGI SBAGAI ILMU BANTU ILMU SEJARAH
• Naskah-naskah Nusantara dipandang berisi teks sejarah (misalnya: Pararaton, Negara kertagama).
• Dapat dimanfaatkan sebagai sumber sejarah apabila sudah diuji berdasarkan sumbar-sumber lain.
• Sebagai informasi lukisan kehidupan masyarakat yang jarang ditemukan misalnya: Serat wicarakeras yang memberikan kritikan tajam terhadap masyarakat Surakarta (lingkungan keratin).

e. FILOLOGI SEBAGAI ILMU BANTU ILMU HUKUM ADAT
• Terutama dalam penyediaan teks.
Penulisannya baru dilakukan kemudian hari kemudian setelah dirasakan perlu kepastian peraturan hukum oleh raja atau setelah ada pengaruh dari barat.
Kitab Angger-angger : Praniti Raja, Surya Ngalam, Nawala Pradata, Angger Sadasa, dll.

f. FILOLOGI SEBAGAI ILMU BANTU SEJARAH PERKEMBANGAN AGAMA
• Naskah-naskah jawa kuna banyak dipengaruhi oleh agama Hindu dan Budha.
• Hasil suntingan tks keaagamaan dan hasil pembahasan kandungannya menjadi bahan penulisan perkembangan agama yang sangat berguna.

h. FILOLOGI SEBAGAI ILMU BANTU ILMU FILSAFAT
• Teks-teks sastra banyak mengandung nasihat dan pepatah
• Naskah-naskah yang berisi tasawuf mengandung filsafat yang meliputi banyak, terutama Melayu dan Jawa.

LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN FILOLOGI

1) IVENTARISASI NASKAH
2) DESKRIPSI NASKAH (uraian ringkas)
3) PERBANDINGAN NASKAH
4) DASAR-DASAR PENENTUAN NASKAH YANG AKAN DITRANSLITERASI
5) SINGKATAN NASKAH
6) TRANSLITERASI NASKAH
7) TERJEMAHAN

1) IVENTARISASI NASKAH
Adalah pendataan naskah. Bertujuan untuk mengetahui apa yang akan anda kerjakan.
Cara mendaftar :
a. Mendaftarkan serat apa yang akan diteliti
b. Melihat catalog
c. Mencari di museum-museum dan tempat koleksi baik Swasta/Pribadi/PONPES
d. Dikumpulkan, dibaca, dijumlah
e. Membuat daftar


2) DESKRIPSI NASKAH
Adalah uraian singkat
- masing-masing serat diberi uraian singkat.
- Supaya orang yang mmbaca dapat membanyangkan serat yang di deskripsikan
- Dengan mmbaca deskripsi kita dapat mendeskripsikan secara jelas.

 Deskripsi naskah
Uraian ringkas tentang naskah, meliputi : judul, nomor naskah,, kolofon, ukuran naskah, bentuk naskah, usia naskah, bahan tulis naskah, jumlah larik stiap halaman, jenis kertas, aksara, bahasa, margin, catatan tangan ketiga, tempat penyimpanan naskah, asal-usul naskah, fungsi social naskah, isi naskah, dan hal-hal lain. Yang perlu diungkapkan shubungan kondisi naskah.

 Judul : Cover, depan, isi
 Nomor : menurut katalog lokal
Menurut katalog lain
 Kolofon dan maggala : depan/belakang tulisan
 Ukuran naskah : Panjang X Lebar
- Ukuran Cover
- Ukuran teks
 Bentuk naskah
- Prosa
 Beberapa baris kalimat
 Depan / belakang kurang dari jumlah tengah
- Puisi
 Jenis ( Kakawin, kidung, macapat)
 Beberapa tembang
 Beberapa bait
 Usia naskah
- Kapan karya itu ditulis
- Berapa usia
 Bahan tulis naskah
- Lontar
- Dhuwang
 Jumlah larik
 Jenis kertas
- HVS, mevel
 Aksara
- Jawa, latin

Condong Tegak
 Bahasa
- Jawa
- Indonesia
 Margin
- Batas atas,
 Catatantangan ketiga\tempat penyimpanan
- Ponolgan pembaca
- Tambahan
 Temoat penyimpanan
 Asal-usul naskah
- Sertifikasi naskah
- Dibeli di……. Harga……. Dan dijual……….
 Fungsi social naskah
- Hubungan naskah itu dengan social, kemasyarakatan
- contohnya : kidung rumeksa ing wengi yaitu berguna untuk meninabobokan bayi
 Isi naskah
- Ajaran tentang apa
 Dan hal lain yang dianggap perlu

3) PERBANDINGAN NASKAH
Membandingkan naskah
- Judul sama isi berbeda
- Isi sama judul berbeda
- Kumpulan naskah ( bendel ) → dijilid, diberi judul
- Salinan (tadhakan)
- Perbandingan kata demi kata
- Perbandingan kalimat
- Perbandingan isi naskah

• Penyebutan teks dalam naskah lain
• Jika terdapat judul yang brbeda, atau pupuh yang berbeda maka tidak perlu dilakukan perbandingan kata/kalimat.

4) DASAR-DASAR PENENTAN NASKAH YANG AKAN DITRANSLITERASI
 Dihubungkan dengan tujuan penelitian
 Kerangka teori : untuk memilih naskah yang paling baik dan paling lengkap
 Isinya lengkap dan tidak menyimpang dari kebanyakan naskah yang ada.
 Keadaan naskah baik dan utuh.
 Bahasanya lancer dan mudah dipahami
 Umur naskah lebih tua

5) SINGKATAN NASKAH
 Untuk memudahkan pengenalan isinaskah
 Perlu mencatumkan halaman sumber
 Secara terperinci dapat pula dianggap sebagai usaha pertama memperkenalkan hasil-hasil sastra lama yang nasibnya masih barupa tulisan tangan (carik), agar dengan mudah, daapat dibaca dan diketahui garis besar isi ceritanya.

6) TRANSLITERASI NASKAH
 Pngalihan atau penggantian huruf dewa huruf dari abjad satu ke abjad yang lain dengan mengikuti ejaan yang berlaku.
 Pengalihan aksara jawa ke aksara latin masing-masing mmiliki kaidah sendiri-sndiri seauai dengan karakternya.
 Aksara jawa tidak seluruhnya memiliki huruf capital (besar)

7) TERJEMAHAN
 Mengalihkan bahasa sumber ke bahsa teks (terapan)







Tidak ada komentar:

Posting Komentar