- metode dalam filologi yang menyelidiki naskah dari masa lampau dengan tujuan menyusun kembali naskah yang dianggap asli dengan cara membanding-bandingkan naskah yang termasuk dalam satu jenis asal-usul, lalu menentukan naskah yang paling tinggi kadar keasliannya, kemudian mengembalikannya pada bentuk yang asli atau yang mendekati aslinya
Inti dari edisi teks ini adalah memberikan seuatu gambaran tentang edisi teks dalam hal sumber, varian, dan catatan terkait hal-hal yang tidak jelas. Selain itu juga ada tuntutan untuk memberikan pendahuluan agar pembaca mendapatkan informasi sebagai acuan prastudi teks tersebut. Namun tidak dapat dihindarkan dalam penafsiran terdapat perbedaan dalam interpretasi sebuah teks karena adanya perbedaan idiom, gramatika, dan leksikon dalam rentang masa itu. Kebingungan-kebingungan itu adalah tugas filolog untuk memcahkannya dengan penyajian yang mendekati konteks saat itu.
LANGKAH KERJA EDISI NASKAH:
1. inventarisasi naskah
dilakukan terhadap nakah yang dijadikan objek untuk mengetahui jumlah dan tempat penyimpanan dengan cara melihat berbagai katalog
2. deskripsi naskah
yaitu deskripsi fisik naskah
-jilid naskah
-isi naskah
deskripsi naskah menurut mulyadi :
1. judul
2. tempatpenyimpanan
3. nomor naskah
4. ukuran naskah
5. jumlah halaman
6. kondisi naskah
7. kolofon (keterangan buku yang menerangkan buku lain )
8. gambar
9. jilid nakah
10. catatan
3. perbandingan teks
1. perbandingan dilakukan jika teks lebih dari satu
2. dilakukan dengan memperbandingkan isi teks
3. perbedaan di catat dalam apartus kritikus
4. penentuan metode penyuningan
-metode penyuntingan naskah tunggal
-metode penyuntingan naskah jamak
5. penentuan umur naskah
-faktor internal
informasi yang berasal dari naskah itu sendiri
-kolofon
-kertas yang digunakan (cap kertas/water mark)
-faktor eksternal
informasi yang diperoleh dari luar naskah
6. transliterasi
- menurut robson adalah pemindahan macam tulisan yang dipakai
- mengalih aksarakan (semacam salinan/copi)
PROSES PENYUNTINGAN
Pertama
kali saya akan menjelaskan terlebih dahulu kedua istilah yang menjadi
bagian dari judul yang digunakan. Kedua istilah yang saya maksud adalah
“metode penentuan naskah dasar suntingan” dan “metode penyuntingan
naskah”. Saya menggunakan istilah yang pertama untuk merujuk kepada
metode yang digunakan dalam menetapkan sebuah atau sekelompok naskah
yang menjadi dasar suntingan. Jadi bisa dikatakan metode yang pertama
saya sebut tersebut merupakan metode pra-penyuntingan. Sementara metode
terakhir merupakan metode yang digunakan pada saat tengah menyunting
sebuah atau sekelompok naskah baik menjadi edisi kritis atau menjadi
edisi diplomatis. Saya cenderung menyebutnya sebagai metode penyuntingan
naskah saja.
Saya
akan mencoba memaparkan beberapa informasi pada dua buku pegangan yang
dijadikan perdoman pembahasan topik ini. Dua buku yang saya maksud
adalah pertama buku berjudul Prinsip-prinsip Filologi Indonesia oleh S. O. Robson, dan kedua buku dengan judul Pengantar Teori Filologi yang disusun Siti Baroroh Baried dkk.. Keduanya memuat informasi mengenai metode yang digunakan dalam kajian filologis.
Robson dalam bukunya Prinsip-prinsip Filologi Indonesia
menjelaskan metode penyuntingan dalam dua bab, bab IV; Metode
Penyuntingan : Stemma, dan bab V; Metode penyuntingan : Diplomatis atau
Kritis? Dalam bukunya tersebut nampak sekali Robson menggunakan istilah
stemma secara eksplisit sebagai metode penyuntingan. Metode stemma
sebagaimana dipaparkan Baried dkk., adalah metode obyektif yang sampai
kepada silsilah naskah (Baried dkk., 1994 :67). Metode diplomatis serta
Kritis bagi Robson menempati status sebagai mana posisi stemma. Dengan
begitu bagi Robson stemma memiliki makna yang sangat luas tidak hanya
metode penentuan naskah dasar tetapi juga memuat metode penyuntingan
dalam pengertian rekonstruksi naskah.
Sementara
dalam bab V, tentang metode diplomatis ataukah kritis, Robson, mengutip
pendapat De Haan, menuliskan “Jika seseorang ingin memberikan contoh
kepada pembacanya mengenai cara sebuah teks untuk dideklamasikan,
diungkapkan dalam naskah yang dimaksudkan untuk itu, maka bentuk
publikasi yang sesuai adalah jiplakan dan edisi diplomatic. Akan tetapi,
jika seseorang ingin menerbitkan teks itu seperti fungsinya pada abad
ke- 14 (abad-abad sebelumnya), maka ia harus memberikan kepada pembaca
edisi kritis” (Robson, 1994 : 22).
Pada
bab IV mengenai teori filologi dan penerapannya, khususnya pada sub-bab
point B mengenai kritik teks, Baroroh Baried dkk. menyebutkan beberapa
hal yang terkait dengan metode penelitian naskah. Di antaranya adalah
item nomor 2 mengenai transliterasi yang diartikan sebagai
penggantian jenis tulisan, huruf demi huruf dari abjad satu ke abjad
yang lain. Dijelaskan pula pada bagian tersebut bahwa transliterasi
berguna untuk memperkenalkan teks-teks lama yang tertulis dengan huruf
daerah karena ketidakakraban pembaca masa kini dengan aksara-aksara
tersebut. Selanjutnya pada item nomor 3 dijelaskan tentang perbandingan teks dengan langkah-langkah sebagai berikut :
- Resensi, yakni membaca dan melakukan penilaian terhadap semua naskah yang ada.
- Eliminasi, yakni melakukan penyisihan teks kopi yang tidak relevan dengan tujuan penelitian.
- Eksaminasi, yakni pemeriksaan keaslian teks apakah terdapat hal-hal seperti korup, lacuna, maupun interpolasi. Perunutan keaslian teks dapat menggunakan pemeriksaan kecocokan metrum dalam teks puisi, kesesuaian dengan teks cerita, gaya bahasa, latar budaya, atau sejarah.
Sementara
itu pada sub-bab C tentang metode penelitian, dijelaskan beberapa item
yang berkaitan, namun saya menduga item-item ini bukanlah merupakan
langkah-langkah penelitian yang disusun secara urut dikarenakan pada
point ketiga dicantumkan nomenklatur ‘susunan tema’ padahal poin-poin
sebelumnya menggunakan nomenklasi yang ‘agak tepat’ untuk disebut
sebagai langkah penelitian. Secara utuh saya sampaikan poin-poin (Baried
dkk., 1994 :65-70) tersebut di bawah ini :
- Pencatatan dan pengumpulan naskah
- Metode kritik teks, yang masih dibagi lagi ke dalam beberapa metode yakni metode intuitif, obyektif, gabungan, landasan, dan metode edisi naskah tunggal yang masih memiliki klasifikasi selanjutnya yaitu edisi standard an edisi kritik.
- Susunan stemma
- Rekonstruksi teks.
Perlu diperikan lebih lanjut mengenai metode kritik teks yang disebut di atas yang masih dibagi lagi ke dalam beberapa metode.
Pertama,
intuitif yang seringkali disamakan dengan metode subyektif yakni dengan
cara mengambil naskah yang dianggap paling tua. Di tempat-tempat yang
dianggap tidak betul atau tidak jelas, naskah itu diperbaiki dengan
memakai akal sehat,selera baik, dan pengetahuan luas.
Kedua,
metode obyektif yakni penelitian sistematis mengenai perkerabatan
naskah-naskah. Apabila dari sejumlah naskah ada beberapa naskah yang
memiliki kesalahan yang sama pada tempat yang sama pula, maka dianggap
berasal dari satu sumber (yang hilang). Sehingga
terbentuk silsilah naskah. Sesudah itu baru dilakukan kritik teks.
Metode obyektif yang sampai kepada silsilah naskah disebut metode
stemma.
Ketiga,
metode gabungan yakni apabila nilai naskah menurut penelitinya hamper
sama. Umumnya dipilih bacaan mayoritas atas dasar perkiraan naskah lain
sebagai saksi bacaan yang betul. Teks hasil suntingan merupakan teks
baru yang merupakan gabungan bacaan dari semua naskah yang ada.
Keempat,
metode landasan yakni peneliti memilih satu atau segolongan naskah yang
unggul kualitasnya. Kemudian naskah tersebut dijadikan landasanatau
induk teks.
Kelima,
metode edisi naskah tunggal, yakni dengan dua cara edisi diplomatic dan
edisi standar atau edisi kritik sebagaimana telah dibicarakan pada
pembahasan Robson di atas (Baried dkk., 1994 : 66-68).
Saya
beralih kembali kepada pembicaraan awal yakni mengenai metode penentuan
naskah dasar dan metode penyuntingan yang memiliki karakter yang sangat
berbeda dikarenakan tujuan yang akan dicapai juga berbeda sebagaimana
penyebutan nomenklatur masing-masing metode. Namun demikian menjadi hal
yang agak rumit ketika tidak ada satu referensipun yang secara eksplisit
menyebutkan keduanya sebagai dua metode yang terpisah. Demikian halnya
ketika saya melihat beberapa tesis dan disertasi yang membicarakan
tentang metode penelitian naskah yang digunakan para penulisnya, mereka
cenderung menjabarkan secara global dan terkesan menganggap hal tersebut
sebagai sesuatu yang sudah mafhum dan tidak memerlukan penjelasan lebih
jauh.
Berikut ini saya akan mengutip beberapa penjelasan yang saya temukan pada bab pendahuluan beberapa tesis dan disertasi dalam menjelaskan metode penelitiannya. Marsono mendeskripsikan metodenya dengan cara demikian :
…Akhirnya,
dengan melihat asal-usul naskah yang berasal dari tiga tradisi yang
berbeda, perbandingan struktur puisi tembang melalui jumlah
pupuh-pupuhnya, dan perbandingan inti ceritanya, naskah A, B, C, serta D
dapat dikelompokkkan menjadi tiga. Isi teksnyapun juga dapat dibagi
menjadi tiga versi. Kelompok yang pertama naskah A dan B. Kedua naskah
C, dan ketiga naskah D. Naskah A kualitas bacaannya lebih baik daripada B, C, dan D. (Marsono, 1996 : 97).
Lain halnya dengan Sangidu pada Disertasinya Wachdatul Wujud dalam Maaul Chayaat Li Ahlil Mamaat menjelaskan sebagai berikut :
… Maaul Chayaat
sebagai salah satu karya sastra Melayu dapat dibaca melalui empat buah
naskah salinannya, yaitu naskah A, B, C, dan D. dalam menghadapi keempat
naskah tersebut maka yang pertama dilakukan adalah membandingkan
keempat naskah dan menetapkan satu naskah unggul sebagai teks suntingan.
Perbandingan terhadap keempat naskah tersebut memerlukan metode
filologi yang sesuai dengan kondisi naskah dan terkenal dengan metode
landasan atau induk (Legger).
Perbandingan
empat buah naskah tersebut dilakukan dalam kaitan nya dengan kegiatan
memilih naskah yang unggul. Setelah keempat naskah tersebut dibandingkan
dari aspek bahasa, sastra, sejarah, dan lainnya, maka selanjutnya
dimanfaatkan metode landasan (Sangidu, 2002 : 18-19).
Sudibyo dalam bagian pendahuluan tesisnya juga memberikan penjelasan mengenai metodenya sebagai berikut :
…
Sehubungan dengan itu, agar teks HPJ (Pen. Hikayat Pandawa Jaya) dapat
dibaca oleh masyarakat masa kini, teks itu terlebih dahulu perlu
ditransliterasikan ke dalam aksara Latin. Pentransliterasiannya
dilakukan dengan mengikuti prinsip metode penyuntingan kritis.
Sebagaimana
disebutkan di muka, “kritik” berarti penyunting mengidentifikasi
sendiri bagian-bagian dalam teks yang mungkin bermasalah serta
menawarkan jalan keluar. Untuk itu, suntingan diterbitkan dengan
membetulkan kesalahan-kesalahan, keajegan-keajegan yang terdapat dalam
naskah, menerapkan pungtuasi, serta menetapkan standarisasi ejaan sesuai
dengan system ejaan yang berlaku. Catatan-catatan yang timbul karena
keinginan untuk menghilangkan hambatan-hambatan untuk pemahaman teks
ditetapkan dalam aparat kritik (Sudibyo, 2001 : 26-27).
Saya
melihat apa yang dipaparkan Marsono pada kutipan di atas merupakan
pemaparan metode pra-penyuntingannya dengan proses-proses
perbandingannya baik struktur maupun isi puisi. Kemudian ketika dia
berhasil menentukan hubungan antra naskah-naskah yang diteliti dan
menilai kualitas naskah A sebagai naskah terunggul berarti metode stemma
tampak telah sukses digunakannya. Dalam hal ini sebenernya kutipan
tersebut belum masuk pada proses penyuntingan dalam pengertian
rekonstruksi naskah. Sementara itu dalam kutipan tesis Sangidu terdapat
penjelasan adanya dua metode terangkum di sana. Lebih jauh Sudibyo
menjelaskan secara eksplisit proses transliterasi dan upaya pembetulan
teks dari kesalahan-kesalahan.
Penjelasan
metode yang lebih sistematis saya temukan dalam disertasi Emuch
Hermansoemantri (1979) yang memaparkan langkah penerapan metodenya
sebagai berikut :
- Pengumpulan bahan, melalui studi perpustakaan dan studi lapangan. Studi perpustakaannya pun masih diperinci lagi dengan langkah-langkah yang secara eksplisit disebutkan mulai dari inventarisasi naskah, penilikan naskah sampai dengan pengumpulan naskah.
- Pentrankripsian naskah-naskah (terutama naskah primer)
- Penilaian (kritik teks), diperikan lagi menjadi a) pengamatan yang cermat terhadap naskah yang telah ditranskripsikan, b) Pembandingan antar naskah (kolasi), c) Pertimbangan naskah, terutama menimbang kualitas varian, kuantitas dan jenis korup, d) Penyimpulan dalam diagram silsilah
Penyusunan/ penetapan kembali naskah
Kesimpulan
Berdasarkan uraian sederhana di atas, saya mencoba mencari benang merah yang merupakan kesimpulan sementara.
1. Metode
penentuan naskah dasar atau saya sebut metode pra-penyuntingan paling
tidak mencakup proses-proses inventarisasi naskah-naskah, komparasi,
penilaian atau dengan nomenklatur lain resensi, eliminasi dan
eksaminasi.
2. Metode
penyuntingan naskah yang merupakan tahap rekonstruksi naskah bisa
dilaksanakan dengan mempertimbangkan sifat-sifat yang dimiliki
masing-masing naskah yang dijadikan obyek. Jika naskahnya tunggal
kemungkinan metode yang dapat diterapkan adalah edisi diplomatic dan
edisi kritik. Namun jika naskah yang dihadapi lebih dari satu bahkan
dalam banyak kesempatan berjumlah sangat banyak maka dapat dipergunakan
metode-metode seperti landasan (legger), metode gabungan, dan metode
obyektif.
3. Metode
obyektif yang sampai kepada silsilah dan disebut juga metode stemma
belakangan menuai banyak kritik khususnya dalam berhadapan dengan
naskah-naskah nusantara yang berkarakter unik
yakni penyalin sebagai pencipta kedua karena masih memahami bahasa
naskah yag disalinnya sehingga selera penyalin tak dapat dihindari.
4. metode
stemma merupakan trademark pendekatan histories yang memang booming
pada abad ke-19. Sementara pendekatan yang berorientasi kepada pembaca
dalam hal ini berkaitan dengan pendapat penyalin sebagai pembaca dan
pencipta kedua mendapat perhatian lebih pada abad ke – 20.
PENGENALAN FILOLOGI
PENGERTIAN FILOLOGI
FILOLOGI : Mempelajari kebudayaan dalam arti luas, yang mencakup bidang kebahasaan, kesastraan dan kebudayaan.
Etimologi kata Filologi
PHILOG : “ CINTA “
LOGOS : “ KATA “
Yang maksudnya Cinta kata → Senang bertutur
Senang belajar
Senang Ilmu
Senang Kebudayaan
B.Filologi sebagai istilah
1)Filologi sudah dipakai sejak abad ke-3 SM oleh sekelompok ahli dari Aleksandria yang kemudian dikenal sebagai ahli Filologi.Yang pertama memakai adalah Erasthothenes.Pada waktu itu mereka mencba mengkaji teks-teks tersebut bertujuan menemukan bentuk yang asli dan mengetahui maksud pengarang dengan jelas menyisihkan kesalahan-kesalahan yang terdapat di dalamnya.Dari kegiatan tersebut disadari bahwa pengkajian secara mendalam terhadap bahasa dan kebudayaan yang melatarbelakangi adalah penting.Kegiatan Filologi yang menitikberatkan kepada bacaan yang rusak ini kemudian disebut dengan Filologi tradisional.
Karena luasnya isi teks klasik maka Filologi juga berarti ilmu pengetahuan tentang segala sesuatu yang pernah diketahui orang.Pendapat lain mengatakan bahwa filologi adalah L’etalage de Savior(Pameran ilmu pengetahuan).
C. OBJEK KAJIAN FILOLOGI
Filologi berusaha mengungkapkan hasil budaya suatu bangsa lewat kajian bahasa pada peninggalan bahasa dalam bentuk tulisan.Naskah tersebut tidak terbuat dari rotan,lontar,kulit kayu dan dluwang.
1. Naskah dan teks
Filologi mempunyai sasaran kerja berupa naskah, disamping itu melihat wahana teks-teks filologi ada yang berupa teks lisan dan teks tulisan dengan tangan an tulisan cetakan. Naskah yang menjadi sasaran kerja filologi dipandang sebagai hasil budaya yang berupa ciptaan sastra, naskah dipandang sebagai hasil budaya yang berupa ciptaan sastra, naskah dipandang sebagai ciptaan sastra karena teks dalam naskah yang berbahasakan bahasa itu merupakan suatu keutuhan dan mengungkap pesan.
2. Tempat menyimpan naskah
Naskah biasanya disimpan pada berbagai catalog di perpustakaan dan museum yang tersimpan di berbagai negara.
Dalam catalog Girardet,angka pada catalog menunjukan tempat penyimpanan naskah yaitu:
1) Sana Pustaka di Keraton Surakarta
2) Reksa Pustaka di Pura Mangkunegaran
3) Radya Pustaka di Taman Sriwedari
4) Widya Budaya di keratin Ngayogyakarta
5) Perpustakaan di Pura Pakualaman
6) Sana Budaya di barat Alun-alun Yogyakarta
Kecuali di Indonesia naskah-naskah teks nusantara pada saat ini tersimpan di museum-museum dalam 26 negara.
Naskah → “ Sesuatu yang kongkret “
Teks → “ Sesuatu yang absrak “
TUJUAN FILOLOGI
Mengkaji teks klasik dengan tujuan mengenalinya sesempurna-sempurnanya dan selanjutnya menempatkan dalam keseluruhan sejarah budaya suatu bangsa.
Ada 2 tujuan dalam filologi yaitu :
1. Umum
a)Memahami sejauh mungkin kebudayaan suatu bangsa lewat hasil sastranya,baik lesan atao tulisan.
b)Memahami makna dan fungsi teks bagi masyarakat penciptannya.
c)Mengungkapkan nilai-nilai budaya lama sebagai alternatif pengembangan kebudayaan.
d)Melestarikan Warisan budaya bangsa.
2. Khusus
a)menyunting sebuah teks yang dipandang paling dekat dengan teks aslinya.
b)mengungkap sejarah terjadi teks yang dipandang sejareang perkembangannya.
c)mengungkap resepsi pembaca pada setiap kurun waktu yang penerimaaan.
catatan:
Contoh dari aplikasi filologi adalah perbandingan tahun Masehi dan Tahun Saka.
PENJENISAN NASKAH JAWA
Penjenisan naskah berdasarkan topologi tertentu, ragam yang menjadi ciri khas yang dikandungnya.
A. KATALOG PIGEAUD (1967, 1968, 1970, 1980)
Literature of Java, The Hague : Martinus Nijjhoff
1. Agama dan Etika
2. Sejarah dan Mitologi
3. Sasra indah
4. Ilmu pengetahuan, ilmu sastra, hokum, folklore, adat istiadat dan serba-serbi.
Rata-rata katalog di Indonesia dibuat olah budayawan.
B. KATALOG GIRARDET – SOETANTO (1983)
Descriptive Catalogue of The Javanese Manuscripts and printed book in The Main Libraries of Surakarta and Yogjakarta, Wiesbaden :
Franz Steiner Verlag GMBH
1. Kronik, Legend dan Mite
2. Agama, filsafat dan etika
3. Peristiwa keratin, hukum, risalah dan peraturan-peraturan
4. Buku teks dan penuntun. kamus, ensiklopedi tentang linguisik, obat-obatan, pertanian, antropologi, geografi, perjalanan, perdagangan, masak-memasak, dsb.
Contoh : Serat Wedhatama
C. KATALOG BRANDES (1901,1903,1904,1916)
Beschrijving der Javaavsche, Balineesche an Sasaksche Handschriften, Laiden : EJ Brill
1. Jilid 1 (1901) : Adigama – Ender
2. Jilid 2 (1903) : Gathotkacasraya - Putrupasaji
3. Jilid 3 (1904) : Rabut Sakti - Yusup
4. Jilid 4 (1916) : Naskah-naskah tak berjudul
D. FILOLOG – FILOLOG ASING
1. T. Roorda
2. Vreede
3. H.H Juynboll membuat kamus dalam bahasa jawa kuna
4. Cohen Stuart (Bratajoeda, 1860)
5. J. Brandes ( Negarakertagama, 1902)
6. J. Kats
7. C. Hooykaas
8. J. Gonda ( Brahmandapurana, 1932)
9. A. Fokker
10. C.C Berg ( Penulis sejarah jawa, 1974)
11. H. Kern ( Ramayana kakawin, 1900)
12. N.J Krom
13. Th. P. Pigeaud
14. Ricklefs
15. Voorhoeve
16. Zoetmulder ( Kalangwan, 1974)
17. Andreas Teeuw ( Het Bhomakawya, 1946)
18. S. Robson ( Hikayat Andaken Panurat, 1969)
19. Girardet
20. J.J Ras ( Hikayat Banjar, 1968)
21. Willem van der Molen
22.dsb
E. FILOLOG - FILOLOG INDONESIA
1. Mpu Dhaemaja
2. Mpu Tantular
3. Mpu Tanakung
4. Mpu Prapanca
5. Prijohoetomo
6. Poerbotjaraka
7. Haryati Subadio
8. A. Ikram ( Hikayat Sri Rama, 1978)
9. Supomo ( Arjuna Wiwaha, 1977)
10. Harsja W Bachtiar
11. Siti Baroroh Baried
12. Darusuprapto
13. Siti Chamamah S
F. PENYUNTINGAN NASKAH
a. Penyelamatan
• Membeli
• menyediakan tempat
• inventarisasi
• perawatan, dsb
b. Pelestarian
• alih aksara
• reproduksi fotografi
• suntingan naskah, dsb
c. Penelitian
• paper
• skripsi
• thesis
• disertasi, dsb
d. Pendayagunaan
• terjemahan
• macapatan dan pembahasannya
• sarasehan
• ceramah, dsb
e. Penyebarluasan
• penerbitan, dsb
catatan:
Kolofon Keterangan atau informasi yang berhubungan dengan judul, nama pengarang, tahun pembuatan dan letaknya diakhir.
Manggala Keterangan atau info berhubungan dengan judul, nama pengarang, tahun pembuatan dan letaknya diawal.
Beberapa karya sastra Jawa kuno tidak memiliki Judul maupun Nama pengarang(Anonim) hal itu disebabkan karena:
• Menulis nama pada waktu itu dianggap tabu
• Karya sastra akan dipersembahkan kepada Raja
PENGERTIAN FILOLOGI
FILOLOGI : Mempelajari kebudayaan dalam arti luas, yang mencakup bidang kebahasaan, kesastraan dan kebudayaan.
Etimologi kata Filologi
PHILOG : “ CINTA “
LOGOS : “ KATA “
Yang maksudnya Cinta kata → Senang bertutur
Senang belajar
Senang Ilmu
Senang Kebudayaan
B.Filologi sebagai istilah
1)Filologi sudah dipakai sejak abad ke-3 SM oleh sekelompok ahli dari Aleksandria yang kemudian dikenal sebagai ahli Filologi.Yang pertama memakai adalah Erasthothenes.Pada waktu itu mereka mencba mengkaji teks-teks tersebut bertujuan menemukan bentuk yang asli dan mengetahui maksud pengarang dengan jelas menyisihkan kesalahan-kesalahan yang terdapat di dalamnya.Dari kegiatan tersebut disadari bahwa pengkajian secara mendalam terhadap bahasa dan kebudayaan yang melatarbelakangi adalah penting.Kegiatan Filologi yang menitikberatkan kepada bacaan yang rusak ini kemudian disebut dengan Filologi tradisional.
Karena luasnya isi teks klasik maka Filologi juga berarti ilmu pengetahuan tentang segala sesuatu yang pernah diketahui orang.Pendapat lain mengatakan bahwa filologi adalah L’etalage de Savior(Pameran ilmu pengetahuan).
C. OBJEK KAJIAN FILOLOGI
Filologi berusaha mengungkapkan hasil budaya suatu bangsa lewat kajian bahasa pada peninggalan bahasa dalam bentuk tulisan.Naskah tersebut tidak terbuat dari rotan,lontar,kulit kayu dan dluwang.
1. Naskah dan teks
Filologi mempunyai sasaran kerja berupa naskah, disamping itu melihat wahana teks-teks filologi ada yang berupa teks lisan dan teks tulisan dengan tangan an tulisan cetakan. Naskah yang menjadi sasaran kerja filologi dipandang sebagai hasil budaya yang berupa ciptaan sastra, naskah dipandang sebagai hasil budaya yang berupa ciptaan sastra, naskah dipandang sebagai ciptaan sastra karena teks dalam naskah yang berbahasakan bahasa itu merupakan suatu keutuhan dan mengungkap pesan.
2. Tempat menyimpan naskah
Naskah biasanya disimpan pada berbagai catalog di perpustakaan dan museum yang tersimpan di berbagai negara.
Dalam catalog Girardet,angka pada catalog menunjukan tempat penyimpanan naskah yaitu:
1) Sana Pustaka di Keraton Surakarta
2) Reksa Pustaka di Pura Mangkunegaran
3) Radya Pustaka di Taman Sriwedari
4) Widya Budaya di keratin Ngayogyakarta
5) Perpustakaan di Pura Pakualaman
6) Sana Budaya di barat Alun-alun Yogyakarta
Kecuali di Indonesia naskah-naskah teks nusantara pada saat ini tersimpan di museum-museum dalam 26 negara.
Naskah → “ Sesuatu yang kongkret “
Teks → “ Sesuatu yang absrak “
TUJUAN FILOLOGI
Mengkaji teks klasik dengan tujuan mengenalinya sesempurna-sempurnanya dan selanjutnya menempatkan dalam keseluruhan sejarah budaya suatu bangsa.
Ada 2 tujuan dalam filologi yaitu :
1. Umum
a)Memahami sejauh mungkin kebudayaan suatu bangsa lewat hasil sastranya,baik lesan atao tulisan.
b)Memahami makna dan fungsi teks bagi masyarakat penciptannya.
c)Mengungkapkan nilai-nilai budaya lama sebagai alternatif pengembangan kebudayaan.
d)Melestarikan Warisan budaya bangsa.
2. Khusus
a)menyunting sebuah teks yang dipandang paling dekat dengan teks aslinya.
b)mengungkap sejarah terjadi teks yang dipandang sejareang perkembangannya.
c)mengungkap resepsi pembaca pada setiap kurun waktu yang penerimaaan.
catatan:
Contoh dari aplikasi filologi adalah perbandingan tahun Masehi dan Tahun Saka.
PENJENISAN NASKAH JAWA
Penjenisan naskah berdasarkan topologi tertentu, ragam yang menjadi ciri khas yang dikandungnya.
A. KATALOG PIGEAUD (1967, 1968, 1970, 1980)
Literature of Java, The Hague : Martinus Nijjhoff
1. Agama dan Etika
2. Sejarah dan Mitologi
3. Sasra indah
4. Ilmu pengetahuan, ilmu sastra, hokum, folklore, adat istiadat dan serba-serbi.
Rata-rata katalog di Indonesia dibuat olah budayawan.
B. KATALOG GIRARDET – SOETANTO (1983)
Descriptive Catalogue of The Javanese Manuscripts and printed book in The Main Libraries of Surakarta and Yogjakarta, Wiesbaden :
Franz Steiner Verlag GMBH
1. Kronik, Legend dan Mite
2. Agama, filsafat dan etika
3. Peristiwa keratin, hukum, risalah dan peraturan-peraturan
4. Buku teks dan penuntun. kamus, ensiklopedi tentang linguisik, obat-obatan, pertanian, antropologi, geografi, perjalanan, perdagangan, masak-memasak, dsb.
Contoh : Serat Wedhatama
C. KATALOG BRANDES (1901,1903,1904,1916)
Beschrijving der Javaavsche, Balineesche an Sasaksche Handschriften, Laiden : EJ Brill
1. Jilid 1 (1901) : Adigama – Ender
2. Jilid 2 (1903) : Gathotkacasraya - Putrupasaji
3. Jilid 3 (1904) : Rabut Sakti - Yusup
4. Jilid 4 (1916) : Naskah-naskah tak berjudul
D. FILOLOG – FILOLOG ASING
1. T. Roorda
2. Vreede
3. H.H Juynboll membuat kamus dalam bahasa jawa kuna
4. Cohen Stuart (Bratajoeda, 1860)
5. J. Brandes ( Negarakertagama, 1902)
6. J. Kats
7. C. Hooykaas
8. J. Gonda ( Brahmandapurana, 1932)
9. A. Fokker
10. C.C Berg ( Penulis sejarah jawa, 1974)
11. H. Kern ( Ramayana kakawin, 1900)
12. N.J Krom
13. Th. P. Pigeaud
14. Ricklefs
15. Voorhoeve
16. Zoetmulder ( Kalangwan, 1974)
17. Andreas Teeuw ( Het Bhomakawya, 1946)
18. S. Robson ( Hikayat Andaken Panurat, 1969)
19. Girardet
20. J.J Ras ( Hikayat Banjar, 1968)
21. Willem van der Molen
22.dsb
E. FILOLOG - FILOLOG INDONESIA
1. Mpu Dhaemaja
2. Mpu Tantular
3. Mpu Tanakung
4. Mpu Prapanca
5. Prijohoetomo
6. Poerbotjaraka
7. Haryati Subadio
8. A. Ikram ( Hikayat Sri Rama, 1978)
9. Supomo ( Arjuna Wiwaha, 1977)
10. Harsja W Bachtiar
11. Siti Baroroh Baried
12. Darusuprapto
13. Siti Chamamah S
F. PENYUNTINGAN NASKAH
a. Penyelamatan
• Membeli
• menyediakan tempat
• inventarisasi
• perawatan, dsb
b. Pelestarian
• alih aksara
• reproduksi fotografi
• suntingan naskah, dsb
c. Penelitian
• paper
• skripsi
• thesis
• disertasi, dsb
d. Pendayagunaan
• terjemahan
• macapatan dan pembahasannya
• sarasehan
• ceramah, dsb
e. Penyebarluasan
• penerbitan, dsb
catatan:
Kolofon Keterangan atau informasi yang berhubungan dengan judul, nama pengarang, tahun pembuatan dan letaknya diakhir.
Manggala Keterangan atau info berhubungan dengan judul, nama pengarang, tahun pembuatan dan letaknya diawal.
Beberapa karya sastra Jawa kuno tidak memiliki Judul maupun Nama pengarang(Anonim) hal itu disebabkan karena:
• Menulis nama pada waktu itu dianggap tabu
• Karya sastra akan dipersembahkan kepada Raja
ILMU BANTU FILOLOGI
1. Linguistik
2. Pengetahuan bahasa-bahasa
3. Ilmu sastra ilmu Bantu
4. Budaya Hindu, Budha, Islam
5. Sejarah kebudayaan
6. Antropologi
7. Foklor
1. LIGUISTIK
Cabang Linguistik yang membantu :
Etimologi ( ilmu yang mempelajari tentang asal-usul dan sejarah kata), Sosiolinguistik ( hubungan dan saling pengaruh antara perilaku bahasa dan perilaku masyarakat ), dan Stilistika (Menyelidiki bahasa sastra khususnya gaya bahasa).
Pengkajian perubahan bentuk dan makna. Kata menuntut pengetahuan tentang :
Fonologi : Mempelajari bunyi bahasa,
Morfologi : Mempelajari pembentukan kata,
Dan Semantik : Mempelajari makna kata.
2. PENGETAHUAN BAHASA-BAHASA YANG MEMPENGARIGI BAHASA TEKS
- Bahasa Sansekerta : (kakawin, kidung)
- Bahasa Arab : ( tasawuf, mistik)
- Pengetahuan bahasa-bahasa daerah : (Menyadur dan memterjemahkan teks-teks Nusantara).
3. ILMU SASTRA SEBAGAI ILMU BANTU
Pendekatan ilmu sastra
Untuk menangani teks-teks sastrawi, perlu pendekatan atau metode yang sesuai dengan sifat objeknya.
1. Pendekatan Mimetik
( Untuk menonjolkan aspek-aspek referensi acuan karya sastra, kaitannya dengan dunia maya).
2. Pendekatan Pragmatik
( Menonjolkan pengaruh karya sastra terhadap pendengar/pembaca).
3. Pendekatan Ekspresif
(Menonjolkan penulis karya sastra sebagai penciptanya).
4. Pendekatan Objektif
( Menonjolkan karya sebagai stuktur yang otonom, lepas dari latar belakang sejarahnya dan diri dan niat penulisnya).
Lihat : Isntrinsik dan Ekstrinsik (WELLEK WAREN)
4. BUDAYA HINDU, BUDHA, ISLAM
Naskah-naskah Nusantara (Khususnya periode Jawa kuna) banyak terpengaruh atau bernafaskan keagamaan, misalnya Brahmanadapurana, Asgatyaparwa, Sang Hyang Kamahayanika, Kunjarakarna.
Naskah-naskah tentang tasawuh atau mistik Islam.
Misalnya : Het Boek Van Sunan Bonang, karya-karya sastra suluk, dsb.
• Ramayana dan mahabarata
disadur dalam bahasa jawa kuna, jawa tengahan, dan jawa baru
• Adanya Patihbarata dalam Khasanah.
5. SEJARAH KEBUDAYAAN
• Ramayana dan Mahabarata
Disadur dalam bahasa Jawa Kuno, Jawa tengahan , dan Jawa baru
• Adanya Patibrata dalam khasanah sastra Smarasahana dan Kunjara karma
• Pada umumnya silsilah raja ditarik ke atas.
6. ANTROPOLOGI
Ilmu yang berobjek pada penyelidikan manusia ,dipandang dari segi fisik masyarakat dan kebudayaan.
Contoh: Tradisi Caos dhahar,memberi sesaji dan memandikan benda –benda pusaka
7. FOKLOR
Banyak teks lama yang mencerminkan unsur Folklor sperti teks-teks yang termasuk sastra sejarah atau babad.
Contoh : Babad Tanah Jawi,di dalamnya terdapat mitologi Hindu dan Legenda Watu Agung.
FILOLOGI SEBAGAI ILMU BANTU
a. Filologi sebagai ilmu Bantu Linguistik
b. Filologi sebagi ilmu Bantu Ilmu Sastra
c. Filologi sebagai ilmu Bantu Ilmu sejarah kebudayaan
d. Filologi sebagai ilmu Bantu Ilmu Sejarah
e. Filologi sebagai ilmu Bantu Ilmu Hukum
f. Filologi sebagai ilmu Bantu Sejarah Perkembangan Agama
g. Filologi sebagai ilmu Bantu Ilmu Filsafat
a. FILOLOGI SEBAGAI ILMU BANTU LINGUISTIK
• Untuk penelitian linguistik dan kronik, ini sangat diperlukan seorang ahli linguistik memerlukan suntingan teks lama dan bahasa teks lama juga dibutuhkan oleh FILOLOGI, karena dapat menggali dan menganilis serta membandingkan seluk-beluk bahasa tulis dengan bahasa sehari-hari.
b. FILOLOGI SEBAGAI ILMU BANTU ILMU SASTRA
• Terutama berupa penyediaan suntingan naskah lama dari hasil pembahasan teks yang mungkin dapat dimanfaatkan sebagai bahan penyusunan sejarah sastra atau teori sastra.
• Hasil-hasil kajian terhadap teks-teks sastra lama akan sangat berguna untuk menyusun teori-teori ilmu sastra secara umum.
c. FILOLOGI SEBAGAI ILMU BANTU ILMU SEJARAH KEBUDAYAAN
• Filologi mengungkap khazanah warisan nenek moyang misalnya: kepercayaan, adapt istiadat, kesenian, dll. Termasuk unsur-unsur sekarang sudah punah (misalnya: istilah-istilah untuk bidang musik, takaran, timbangan, ukuran, mata uang, dsb.)
• Contohnya :
Dalam satuan ukuran
- Pecak : Ukuran panjang dengan alas kaki
- Dim
d. FILOLOGI SBAGAI ILMU BANTU ILMU SEJARAH
• Naskah-naskah Nusantara dipandang berisi teks sejarah (misalnya: Pararaton, Negara kertagama).
• Dapat dimanfaatkan sebagai sumber sejarah apabila sudah diuji berdasarkan sumbar-sumber lain.
• Sebagai informasi lukisan kehidupan masyarakat yang jarang ditemukan misalnya: Serat wicarakeras yang memberikan kritikan tajam terhadap masyarakat Surakarta (lingkungan keratin).
e. FILOLOGI SEBAGAI ILMU BANTU ILMU HUKUM ADAT
• Terutama dalam penyediaan teks.
Penulisannya baru dilakukan kemudian hari kemudian setelah dirasakan perlu kepastian peraturan hukum oleh raja atau setelah ada pengaruh dari barat.
Kitab Angger-angger : Praniti Raja, Surya Ngalam, Nawala Pradata, Angger Sadasa, dll.
f. FILOLOGI SEBAGAI ILMU BANTU SEJARAH PERKEMBANGAN AGAMA
• Naskah-naskah jawa kuna banyak dipengaruhi oleh agama Hindu dan Budha.
• Hasil suntingan tks keaagamaan dan hasil pembahasan kandungannya menjadi bahan penulisan perkembangan agama yang sangat berguna.
h. FILOLOGI SEBAGAI ILMU BANTU ILMU FILSAFAT
• Teks-teks sastra banyak mengandung nasihat dan pepatah
• Naskah-naskah yang berisi tasawuf mengandung filsafat yang meliputi banyak, terutama Melayu dan Jawa.
LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN FILOLOGI
1) IVENTARISASI NASKAH
2) DESKRIPSI NASKAH (uraian ringkas)
3) PERBANDINGAN NASKAH
4) DASAR-DASAR PENENTUAN NASKAH YANG AKAN DITRANSLITERASI
5) SINGKATAN NASKAH
6) TRANSLITERASI NASKAH
7) TERJEMAHAN
1) IVENTARISASI NASKAH
Adalah pendataan naskah. Bertujuan untuk mengetahui apa yang akan anda kerjakan.
Cara mendaftar :
a. Mendaftarkan serat apa yang akan diteliti
b. Melihat catalog
c. Mencari di museum-museum dan tempat koleksi baik Swasta/Pribadi/PONPES
d. Dikumpulkan, dibaca, dijumlah
e. Membuat daftar
2) DESKRIPSI NASKAH
Adalah uraian singkat
- masing-masing serat diberi uraian singkat.
- Supaya orang yang mmbaca dapat membanyangkan serat yang di deskripsikan
- Dengan mmbaca deskripsi kita dapat mendeskripsikan secara jelas.
Deskripsi naskah
Uraian ringkas tentang naskah, meliputi : judul, nomor naskah,, kolofon, ukuran naskah, bentuk naskah, usia naskah, bahan tulis naskah, jumlah larik stiap halaman, jenis kertas, aksara, bahasa, margin, catatan tangan ketiga, tempat penyimpanan naskah, asal-usul naskah, fungsi social naskah, isi naskah, dan hal-hal lain. Yang perlu diungkapkan shubungan kondisi naskah.
Judul : Cover, depan, isi
Nomor : menurut katalog lokal
Menurut katalog lain
Kolofon dan maggala : depan/belakang tulisan
Ukuran naskah : Panjang X Lebar
- Ukuran Cover
- Ukuran teks
Bentuk naskah
- Prosa
Beberapa baris kalimat
Depan / belakang kurang dari jumlah tengah
- Puisi
Jenis ( Kakawin, kidung, macapat)
Beberapa tembang
Beberapa bait
Usia naskah
- Kapan karya itu ditulis
- Berapa usia
Bahan tulis naskah
- Lontar
- Dhuwang
Jumlah larik
Jenis kertas
- HVS, mevel
Aksara
- Jawa, latin
Condong Tegak
Bahasa
- Jawa
- Indonesia
Margin
- Batas atas,
Catatantangan ketiga\tempat penyimpanan
- Ponolgan pembaca
- Tambahan
Temoat penyimpanan
Asal-usul naskah
- Sertifikasi naskah
- Dibeli di……. Harga……. Dan dijual……….
Fungsi social naskah
- Hubungan naskah itu dengan social, kemasyarakatan
- contohnya : kidung rumeksa ing wengi yaitu berguna untuk meninabobokan bayi
Isi naskah
- Ajaran tentang apa
Dan hal lain yang dianggap perlu
3) PERBANDINGAN NASKAH
Membandingkan naskah
- Judul sama isi berbeda
- Isi sama judul berbeda
- Kumpulan naskah ( bendel ) → dijilid, diberi judul
- Salinan (tadhakan)
- Perbandingan kata demi kata
- Perbandingan kalimat
- Perbandingan isi naskah
• Penyebutan teks dalam naskah lain
• Jika terdapat judul yang brbeda, atau pupuh yang berbeda maka tidak perlu dilakukan perbandingan kata/kalimat.
4) DASAR-DASAR PENENTAN NASKAH YANG AKAN DITRANSLITERASI
Dihubungkan dengan tujuan penelitian
Kerangka teori : untuk memilih naskah yang paling baik dan paling lengkap
Isinya lengkap dan tidak menyimpang dari kebanyakan naskah yang ada.
Keadaan naskah baik dan utuh.
Bahasanya lancer dan mudah dipahami
Umur naskah lebih tua
5) SINGKATAN NASKAH
Untuk memudahkan pengenalan isinaskah
Perlu mencatumkan halaman sumber
Secara terperinci dapat pula dianggap sebagai usaha pertama memperkenalkan hasil-hasil sastra lama yang nasibnya masih barupa tulisan tangan (carik), agar dengan mudah, daapat dibaca dan diketahui garis besar isi ceritanya.
6) TRANSLITERASI NASKAH
Pngalihan atau penggantian huruf dewa huruf dari abjad satu ke abjad yang lain dengan mengikuti ejaan yang berlaku.
Pengalihan aksara jawa ke aksara latin masing-masing mmiliki kaidah sendiri-sndiri seauai dengan karakternya.
Aksara jawa tidak seluruhnya memiliki huruf capital (besar)
7) TERJEMAHAN
Mengalihkan bahasa sumber ke bahsa teks (terapan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar